Introduction
Diperkirakan
sebanyak 422 juta orang dewasa mengalami diabetes pada tahun 2014, dibandingkan
dengan 108 juta pada tahun 1980. Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada
tahun 2012. Glukosa darah yang lebih tinggi dari yang optimal menyebabkan
tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular
dan penyakit lainnya. Diabetes tipe 2 terdiri dari sebagian besar penderita
diabetes di seluruh dunia, dan sebagian besar merupakan hasil dari kelebihan
berat badan dan aktivitas fisik. [1]
Ketika kita makan, tubuh mengurai karbohidrat menjadi gula (glukosa). Sebuah
hormon bernama insulin, yang diproduksi di pankreas, kemudian memerintahkan sel
tubuh untuk menyerap gula tersebut menjadi energi. Diabetes terjadi ketika
insulin tidak dihasilkan atau tidak bekerja dengan baik, sehingga menyebabkan
gula menumpuk di darah kita.
Problem Statement
Pemerintah berencana mengenakan cukai pada minuman bergula.
Kelompok teh kemasan akan dikenakan tarif Rp1.500 per liter dengan potensi penerimaan
negara diperkirakan Rp2,7 triliun. Setelah dibebankan cukai, diprediksi angka
produksinya turun menjadi 2,015 juta liter dari 2,191 juta liter pada 2016,
sebagaimana data Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim). Sementara minuman
saset seperti kopi kemasan tarif cukainya Rp2.500 per liter. Diperkirakan
setelah dikenakan cukai, produksi 808 juta liter sesuai data Asrim pada 2016
akan turun menjadi 743 juta liter, dengan potensi penerimaan negara sebanyak
Rp1,85 triliun.[2]
Conceptual Framework
Penderita diabetes terus meningkat di
Indonesia. Berdasar Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) angkanya terus naik yaitu
5,7 persen (2007), 6,9 persen (2013), dan melonjak menjadi 10,9 persen pada
2018.[3] Pada diabetes tipe 2 gangguan terjadi akibat
tubuh tidak efektif menggunakan hormon tertentu atau kekurangan hormon tertentu
yang relatif dibandingkan kadar glukosa darah. Kadar glukosa yang tinggi ini
dapat merusak pembuluh darah kecil di ginjal, jantung, mata, dan sistem saraf,
sehingga mengakibatkan berbagai macam komplikasi. Malik dkk. (2010) menjelaskan
bahwa mengonsumsi satu atau dua minuman manis setiap hari meningkatkan risiko
diabetes sebesar 26% daripada mereka yang tidak mengonsumsi minuman manis dalam
satu bulan.
Peran utama dari glukosa bagi manusia adalah
sebagai sumber energi. Setelah makan, tubuh akan memecah gula sederhana
tersebut untuk menghasilkan molekul berenergi tinggi. Glukosa termasuk dalam
salah satu golongan karbohidrat yang bisa kita dapatkan dari makanan dan
minuman seperti nasi, roti, buah – buahan termasuk minuman bergula. Karena dampak
negatif yang dihasilkan karena konsumsi gula yang berlebih maka pemerintah menerapkan
pajak cukai pada minuman bergula untuk mengurangi konsumsi gula.
Konsumsi minuman bergula atau Sugar
Sweetened Beverage (SSB) menciptakan biaya perawatan kesehatan yang
signifikan untuk mengobati penyakit terkait dan berkontribusi terhadap
hilangnya produktivitas sebagaimana dijelaskan oleh Chaloupka dkk. (2019). Penerapan
cukai pada suatu komoditas difungsikan untuk mengendalikan tingkat konsumsi terhadap
komoditas tersebut karena dampak negatif yang ditimbulkannya. Pajak cukai akan
meningkatkan harga dari minuman bergula yang berdampak pada berkurangnya konsumsi
minuman bergula. Pengurangan minuman bergula berarti penurunan konsumsi kalori.
Penurunan konsumsi kalori akan mengurangi diabetes, tekanan darah dan berat
badan.
Ojectives
Penerapan pajak cukai pada minuman bergula untuk menurunkan
konsumsi gula yang menimbulkan berbagai
macam penyakit seperti obesitas dan diabetes. Sri Mulyani, Menteri Keuangan
mengemukakan bahwa keberadaan makanan dan minuman berpemanis akan menyebabkan
obesitas. Obesitas menyebabkan diabetes. Implikasi diabetes bermacam – macam mulai
dari gagal ginjal, stroke dan lain – lain. Selain itu beliau berharap p kebijakan ini akan menurunkan beban
BPJS Kesehatan--yang saat ini masih terjebak dalam lingkaran setan defisit
keuangan. Sejauh ini BPJS Kesehatan masih menanggung penyakit diabetes,
sementara prevalensi diabetes mellitus di atas 15 tahun terus meningkat, dari
1,5 persen pada 2013 menjadi 2 persen. [4]
Analysis
Pada
studinya Chaloupka dkk. (2019) menjelaskan bahwa kebijakan penerapan pajak
cukai pada minuman bergula akan efektif apabila permintaan lebih responsif terhadap
harga daripada permintaan minuman ringan seperti yang dijelaskan oleh studi. Selain
itu dijelaskan bahwa permintaan minuman bergula lebih responsif terhadap harga
pada populasi berpendapatan rendah dibanding populasi berpendapatan tinggi. Ini
berarti kebijakan pajak cukai tidak selalu efektif pada setiap golongan
populasi berdasarkan pendapatan yang diperoleh.
Lebih
lanjut pada studi yang sama dijelaskan juga bahwa respon terhadap perubahan
harga relatif minuman berpemanis adalah konsumsi barang subtitusi dari minuman
berpemanis seperti air kemasan, susu atau bahkan makanan. Hal ini mengindikasikan bahwa banyaknya barang
substitusi yang memiliki resiko yang sama atau bahkan lebih besar dari minuman
berpemanis yang akan dikenakan pajak sangat berpengaruh terhadap tujuan dari
kebijakan ini yaitu menurunkan tingkat konsumsi gula.
Kebijakan pajak cukai minuman berpemanis juga
memiliki berbagai macam dampak kepada para stakeholder. Yang pertama adalah
pemerintah dengan rencana pengenaan tarif senilai Rp1.500 per liter untuk teh kemasan
dengan potensi penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp2,7 triliun. Setelah
dibebankan cukai, diprediksi angka produksinya turun menjadi 2,015 juta liter
dari 2,191 juta liter pada 2016 lalu, sebagaimana data Asosiasi Industri
Minuman Ringan (Asrim). Kelompok minuman saset seperti kopi kemasan memiliki
tarif cukai Rp2.500 per liter. Diperkirakan setelah dikenakan cukai, produksi
808 juta liter sesuai data Asrim pada 2016 akan turun menjadi 743 juta liter,
dengan potensi penerimaan untuk negara sebanyak Rp1,85 triliun. [5]
Kedua, dampak pada lapangan pekerjaan. Chaloupka
dkk. (2019) menjelaskan bahwa Industri yang terpengaruh berpendapat bahwa
kenaikan pajak, dengan mengurangi penjualan, akan menyebabkan kehilangan
pekerjaan yang signifikan bagi pekerja yang memproduksi, mendistribusikan, dan
menjual produk-produk ini. Namun, kehilangan pekerjaan di industri pajak akan
diimbangi dengan perolehan pekerjaan di sektor lain. Konsumen membelanjakan
lebih sedikit untuk produk pajak akan membelanjakan lebih banyak untuk barang
dan jasa lain, dan pemerintah akan membelanjakan pendapatan pajak baru, yang
mengarah ke peningkatan lapangan kerja di sektor lain.
Conclusion dan Recommendation
Penerapan kebijakan
pajak cukai minuman bergula adalah salah satu cara yang efektif untuk menurunkan
konsumsi gula di masyarakat. Tapi diperlukan banyak kebijakan lain seperti
infrastruktur untuk sarana prasarana masyarakat bejalan kaki dengan nyaman,
berolahraga dan melakukan aktivitas fisik. Dari kementerian kesehatan dapat
melakukan sosialisasi yang lebih gencar terhadap masyarakat terhadap bahaya konsumsi
gula yang berlebih. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran masyarakat dalam
menjaga kesehatan diri masing – masing untuk kehidupan yang lebih sehat.
References :
1.
Alaidrus, Fadiyah. (2020) Agar Kebijakan Cukai
Minuman Manis Srimul Tak Sekadar Cari Uang. Tirto.id. Retrieved from https://tirto.id/agar-kebijakan-cukai-minuman-manis-srimul-tak-sekadar-cari-uang-eA1T
.
2.
Chaloupka, Frank J., Lisa M. Powell, &
Kenneth E. Warner. (2019).The Use of Excise Taxes to Reduce Tobacco, Alcohol,
and Sugary Beverage Consumption (Vol. 40:187-201). Annual Reviews. https://doi.org/10.1146/annurev-publhealth-040218-043816.
3.
Pranita, Ellyvon. (2019). Kurang Kesadaran,
Penderita Diabetes di Indonesia Terus Meningkat. Kompas.com. Retrieved from https://sains.kompas.com/read/2019/11/08/083241623/kurang-kesadaran-penderita-diabetes-di-indonesia-terus-meningkat?page=all
.
4.
Malik, V. S., Popkin, B. M., Bray, G. A.,
Després, J. P., Willett, W. C., & Hu, F. B. (2010). Sugar-sweetened
beverages and risk of metabolic syndrome and type 2 diabetes: a meta-analysis.
Diabetes care, 33(11), 2477–2483. https://doi.org/10.2337/dc10-1079
5.
World Health Organization. (2018). Diabetes.
World Health Organization. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes
Retrieved from
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes
Retrieved
from https://tirto.id/agar-kebijakan-cukai-minuman-manis-srimul-tak-sekadar-cari-uang-eA1T
[3] Pranita,
Ellyvon. Kurang Kesadaran, Penderita Diabetes di Indonesia Terus Meningkat.
Kompas.com.
Retrieved from https://sains.kompas.com/read/2019/11/08/083241623/kurang-kesadaran-penderita-diabetes-di-indonesia-terus-meningkat?page=all.
[4] Alaidrus,
Fadiyah. Agar Kebijakan Cukai Minuman Manis Srimul Tak Sekadar Cari Uang.
Tirto.id.
Retrieved from
https://tirto.id/agar-kebijakan-cukai-minuman-manis-srimul-tak-sekadar-cari-uang-eA1T
[5] Alaidrus,
Fadiyah. Agar Kebijakan Cukai Minuman Manis Srimul Tak Sekadar Cari Uang.
Tirto.id.
Retrieved from
https://tirto.id/agar-kebijakan-cukai-minuman-manis-srimul-tak-sekadar-cari-uang-eA1T
No comments:
Post a Comment