Tuesday, March 3, 2020

Taxation for Sugar Sweetened Beverage (Pajak Minuman Bergula) in Indonesia


Introduction

Diperkirakan sebanyak 422 juta orang dewasa mengalami diabetes pada tahun 2014, dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Glukosa darah yang lebih tinggi dari yang optimal menyebabkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit lainnya. Diabetes tipe 2 terdiri dari sebagian besar penderita diabetes di seluruh dunia, dan sebagian besar merupakan hasil dari kelebihan berat badan dan aktivitas fisik. [1] Ketika kita makan, tubuh mengurai karbohidrat menjadi gula (glukosa). Sebuah hormon bernama insulin, yang diproduksi di pankreas, kemudian memerintahkan sel tubuh untuk menyerap gula tersebut menjadi energi. Diabetes terjadi ketika insulin tidak dihasilkan atau tidak bekerja dengan baik, sehingga menyebabkan gula menumpuk di darah kita.

Problem Statement

Pemerintah berencana mengenakan cukai pada minuman bergula. Kelompok teh kemasan akan dikenakan tarif  Rp1.500 per liter dengan potensi penerimaan negara diperkirakan Rp2,7 triliun. Setelah dibebankan cukai, diprediksi angka produksinya turun menjadi 2,015 juta liter dari 2,191 juta liter pada 2016, sebagaimana data Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim). Sementara minuman saset seperti kopi kemasan tarif cukainya Rp2.500 per liter. Diperkirakan setelah dikenakan cukai, produksi 808 juta liter sesuai data Asrim pada 2016 akan turun menjadi 743 juta liter, dengan potensi penerimaan negara sebanyak Rp1,85 triliun.[2]
  
Conceptual Framework


Penderita diabetes terus meningkat di Indonesia. Berdasar Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) angkanya terus naik yaitu 5,7 persen (2007), 6,9 persen (2013), dan melonjak menjadi 10,9 persen pada 2018.[3] Pada diabetes tipe 2 gangguan terjadi akibat tubuh tidak efektif menggunakan hormon tertentu atau kekurangan hormon tertentu yang relatif dibandingkan kadar glukosa darah. Kadar glukosa yang tinggi ini dapat merusak pembuluh darah kecil di ginjal, jantung, mata, dan sistem saraf, sehingga mengakibatkan berbagai macam komplikasi. Malik dkk. (2010) menjelaskan bahwa mengonsumsi satu atau dua minuman manis setiap hari meningkatkan risiko diabetes sebesar 26% daripada mereka yang tidak mengonsumsi minuman manis dalam satu bulan.

Peran utama dari glukosa bagi manusia adalah sebagai sumber energi. Setelah makan, tubuh akan memecah gula sederhana tersebut untuk menghasilkan molekul berenergi tinggi. Glukosa termasuk dalam salah satu golongan karbohidrat yang bisa kita dapatkan dari makanan dan minuman seperti nasi, roti, buah – buahan termasuk minuman bergula. Karena dampak negatif yang dihasilkan karena konsumsi gula yang berlebih maka pemerintah menerapkan pajak cukai pada minuman bergula untuk mengurangi konsumsi gula.

Konsumsi minuman bergula atau Sugar Sweetened Beverage (SSB) menciptakan biaya perawatan kesehatan yang signifikan untuk mengobati penyakit terkait dan berkontribusi terhadap hilangnya produktivitas sebagaimana dijelaskan oleh Chaloupka dkk. (2019). Penerapan cukai pada suatu komoditas difungsikan untuk mengendalikan tingkat konsumsi terhadap komoditas tersebut karena dampak negatif yang ditimbulkannya. Pajak cukai akan meningkatkan harga dari minuman bergula yang berdampak pada berkurangnya konsumsi minuman bergula. Pengurangan minuman bergula berarti penurunan konsumsi kalori. Penurunan konsumsi kalori akan mengurangi diabetes, tekanan darah dan berat badan.

Ojectives

Penerapan pajak cukai pada minuman bergula untuk menurunkan konsumsi gula yang menimbulkan berbagai macam penyakit seperti obesitas dan diabetes. Sri Mulyani, Menteri Keuangan mengemukakan bahwa keberadaan makanan dan minuman berpemanis akan menyebabkan obesitas. Obesitas menyebabkan diabetes. Implikasi diabetes bermacam – macam mulai dari gagal ginjal, stroke dan lain – lain. Selain itu beliau  berharap p kebijakan ini akan menurunkan beban BPJS Kesehatan--yang saat ini masih terjebak dalam lingkaran setan defisit keuangan. Sejauh ini BPJS Kesehatan masih menanggung penyakit diabetes, sementara prevalensi diabetes mellitus di atas 15 tahun terus meningkat, dari 1,5 persen pada 2013 menjadi 2 persen. [4]

Analysis

Pada studinya Chaloupka dkk. (2019) menjelaskan bahwa kebijakan penerapan pajak cukai pada minuman bergula akan efektif apabila permintaan lebih responsif terhadap harga daripada permintaan minuman ringan seperti yang dijelaskan oleh studi. Selain itu dijelaskan bahwa permintaan minuman bergula lebih responsif terhadap harga pada populasi berpendapatan rendah dibanding populasi berpendapatan tinggi. Ini berarti kebijakan pajak cukai tidak selalu efektif pada setiap golongan populasi berdasarkan pendapatan yang diperoleh.

Lebih lanjut pada studi yang sama dijelaskan juga bahwa respon terhadap perubahan harga relatif minuman berpemanis adalah konsumsi barang subtitusi dari minuman berpemanis seperti air kemasan, susu atau bahkan makanan.  Hal ini mengindikasikan bahwa banyaknya barang substitusi yang memiliki resiko yang sama atau bahkan lebih besar dari minuman berpemanis yang akan dikenakan pajak sangat berpengaruh terhadap tujuan dari kebijakan ini yaitu menurunkan tingkat konsumsi gula.

Kebijakan pajak cukai minuman berpemanis juga memiliki berbagai macam dampak kepada para stakeholder. Yang pertama adalah pemerintah dengan rencana pengenaan  tarif senilai Rp1.500 per liter untuk teh kemasan dengan potensi penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp2,7 triliun. Setelah dibebankan cukai, diprediksi angka produksinya turun menjadi 2,015 juta liter dari 2,191 juta liter pada 2016 lalu, sebagaimana data Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim). Kelompok minuman saset seperti kopi kemasan memiliki tarif cukai Rp2.500 per liter. Diperkirakan setelah dikenakan cukai, produksi 808 juta liter sesuai data Asrim pada 2016 akan turun menjadi 743 juta liter, dengan potensi penerimaan untuk negara sebanyak Rp1,85 triliun. [5]

Kedua, dampak pada lapangan pekerjaan. Chaloupka dkk. (2019) menjelaskan bahwa Industri yang terpengaruh berpendapat bahwa kenaikan pajak, dengan mengurangi penjualan, akan menyebabkan kehilangan pekerjaan yang signifikan bagi pekerja yang memproduksi, mendistribusikan, dan menjual produk-produk ini. Namun, kehilangan pekerjaan di industri pajak akan diimbangi dengan perolehan pekerjaan di sektor lain. Konsumen membelanjakan lebih sedikit untuk produk pajak akan membelanjakan lebih banyak untuk barang dan jasa lain, dan pemerintah akan membelanjakan pendapatan pajak baru, yang mengarah ke peningkatan lapangan kerja di sektor lain.

Conclusion dan Recommendation

Penerapan kebijakan pajak cukai minuman bergula adalah salah satu cara yang efektif untuk menurunkan konsumsi gula di masyarakat. Tapi diperlukan banyak kebijakan lain seperti infrastruktur untuk sarana prasarana masyarakat bejalan kaki dengan nyaman, berolahraga dan melakukan aktivitas fisik. Dari kementerian kesehatan dapat melakukan sosialisasi yang lebih gencar terhadap masyarakat terhadap bahaya konsumsi gula yang berlebih. Tetapi yang paling penting adalah kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan diri masing – masing untuk kehidupan yang lebih sehat.


References          :
1.      Alaidrus, Fadiyah. (2020) Agar Kebijakan Cukai Minuman Manis Srimul Tak Sekadar Cari Uang. Tirto.id. Retrieved from https://tirto.id/agar-kebijakan-cukai-minuman-manis-srimul-tak-sekadar-cari-uang-eA1T .
2.      Chaloupka, Frank J., Lisa M. Powell, & Kenneth E. Warner. (2019).The Use of Excise Taxes to Reduce Tobacco, Alcohol, and Sugary Beverage Consumption (Vol. 40:187-201). Annual Reviews. https://doi.org/10.1146/annurev-publhealth-040218-043816.
3.      Pranita, Ellyvon. (2019). Kurang Kesadaran, Penderita Diabetes di Indonesia Terus Meningkat. Kompas.com. Retrieved from https://sains.kompas.com/read/2019/11/08/083241623/kurang-kesadaran-penderita-diabetes-di-indonesia-terus-meningkat?page=all .
4.      Malik, V. S., Popkin, B. M., Bray, G. A., Després, J. P., Willett, W. C., & Hu, F. B. (2010). Sugar-sweetened beverages and risk of metabolic syndrome and type 2 diabetes: a meta-analysis. Diabetes care, 33(11), 2477–2483. https://doi.org/10.2337/dc10-1079
5.      World Health Organization. (2018). Diabetes. World Health Organization. Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes






Retrieved from https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/diabetes
Retrieved from https://tirto.id/agar-kebijakan-cukai-minuman-manis-srimul-tak-sekadar-cari-uang-eA1T
[3] Pranita, Ellyvon. Kurang Kesadaran, Penderita Diabetes di Indonesia Terus Meningkat. Kompas.com.
Retrieved from https://sains.kompas.com/read/2019/11/08/083241623/kurang-kesadaran-penderita-diabetes-di-indonesia-terus-meningkat?page=all.
[4] Alaidrus, Fadiyah. Agar Kebijakan Cukai Minuman Manis Srimul Tak Sekadar Cari Uang. Tirto.id.
Retrieved from https://tirto.id/agar-kebijakan-cukai-minuman-manis-srimul-tak-sekadar-cari-uang-eA1T
[5] Alaidrus, Fadiyah. Agar Kebijakan Cukai Minuman Manis Srimul Tak Sekadar Cari Uang. Tirto.id.
Retrieved from https://tirto.id/agar-kebijakan-cukai-minuman-manis-srimul-tak-sekadar-cari-uang-eA1T


No comments:

Post a Comment